1. Empat Pekerja
di Pabrik Gula Tewas, Tersiram Air Panas
Cilacap–Empat pekerja cleaning
servis di pabrik gula
Rafinasi PT Darma Pala Usaha Sukses, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu (29/07/09),
tewas setelah tersiram air panas didalam tangki. Satu pekerja lainnya selamat
namun mengalami luka parah. Diduga kecelakaan ini akibat operator kran tidak
tahu masih ada orang di dalam tangki. Pihak perusahaan terkesan menutup-nutupi
insiden ini.
Peristiwa tragis di pabrik gula Rafinasi PT Darma Pala
Usaha Sukses yang ada di komplek Pelabuhan Tanjung Intan Cilacap ini terjadi
sekitar pukul 10.00 WIB. Musibah bermula saat 5 pekerja tengah membersihkan
bagian dalam tangki gula kristal di pabrik tersebut. Tiba-tiba kran yang berada
di atas dan mengarah kedalam tangki mengeluarkan air panas yang diperkirakan
mencapai 400 derajat Celsius. Akibatnya, keempat pekerja yang ada didalamnya
tewas seketika dengan kondisi mengenaskan karena panasnya uap.
Para korban yang tewas semuanya warga Cilacap yakni Feri Kisbianto,
Jumono, Puji Sutrisno dan Kasito. Sedangkan pekerja yang bernama Adi Purwanto
berhasil menyelamatkan diri, namun mengalami luka parah.
Menurut salah seorang rekan pekerja, air panas tersebut
mengucur ke dalam tangki setelah tombol kran dibuka oleh salah seorang karyawan
pabrik. Diduga operator kran tidak mengetahui jika pekerjaan didalam tangki
tersebut belum selesai.
Hingga saat ini belum diperoleh keterangan resmi terkait
kecelakaan kerja tersebut, karena semua pimpinan di Pabrik PT Darma Pala Usaha
Sukses berusaha menghindar saat ditemui wartawan. Sementara polisi juga belum
mau memberikan keterangan atas musibah tersebut. (Nanang Anna Nur/Sup).
Analisis Kasus
Jika ditinjau dari faktor penyebab kecelakaan kerja,
penyebab dasar kecelakaan kerja adalah human
error. Dalam hal ini, kesalahan terletak pada operator kran. Menanggapi
kecelakaan yang telah menewaskan empat orang tersebut, seharusnya sang operator
kran bersikap lebih hati-hati serta teliti yaitu dengan benar-benar memastikan
bahwa tangki gula krsital tersebut telah kosong serta aman dialirkan air ke
dalamnya, maka mungkin kecelakaan kerja tersebut tidak akan terjadi. Karyawan
saat memasuki tangki seharusnya juga mengenakan alat-alat pelindung diri agar
terhindar dari bahaya kecelakaan kerja.
Kemudian penyebab kecelakaan yang lain adalah kurangnya
pengawasan manajemen dalam bidang kesehatan, keselamatan, dan keamanan pada
perusahaan tersebut. Sistem manajemen yang baik seharusnya lebih ketat
pengawasannya terhadap alat ini menyadari alat ini memiliki risiko yang besar
untuk menghasilkan loss atau kerugian. Beberapa tindakan manajemen yang bisa
dilakukan adalah dengan meletakkan kamera-kamera di dalam alat tersebut
sehingga operator kran dapat memastikan bahwa di dalam tangki benar-benar tidak
ada orang. Kemudian, apabila teknologi yang lebih canggih dapat diterapkan di
sana, maka pada tangki tersebut dapat dipasang sebuah alat pendeteksi di mana
apabila di dalam tangki masih terdapat orang atau benda asing, maka ada sebuah
lampu yang menyala yang mengindikasikan di dalam tangki tersebut terdapat orang
atau benda asing.
Kemudian apabila telah terjadi kecelakaan, seharusnya
dilakukan investigasi kecelakaan, inspeksi, pencatatan serta pelaporan
kecelakaan kerja. Tujuan dari kegiatan ini tentu untuk meningkatkan manajemen
dari kesehatan, keamanan serta keselamatan pada perusahaan tersebut, menentukan
tindakan pencegahan yang tepat serta menurunkan faktor risiko pada kecelakaan
tersebut. Namun, sayangnya sikap dari pihak perusahaan yang menutup-nutupi
kejadian kecelakaan kerja tersebut dapat menghambat berjalannya investigasi
tersebut. Perusahaan tidak akan dapat mengambil pelajaran melalui kecelakaan
ini. Ini berarti kecelakaan semacam ini masih memiliki kemungkinan yang cukup
besar untuk kembali terjadi, baik pada perusahaan yang sama maupun pada
perusahaan sejenisnya.
Solusi Mengatasi
Kecelakaan Kerja :
Ada
beberapa solusi yang dapat digunakan untuk mencegah atau mengurangi resiko dari
adanya kecelakaan kerja. Salah satunya adalah pengusaha membentuk Panitia
Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja untuk menyusun program keselamatan
kerja. Beberapa hal yang menjadi ruang lingkup tugas panitia tersebut adalah
masalah kendali tata ruang kerja, pakaian kerja, alat pelindung diri dan
lingkungan kerja.
a. Tata ruang kerja yang baik adalah tata ruang kerja yang
dapat mencegah timbulnya gangguan keamanan dan keselamatan kerja bagi semua
orang di dalamnya. Barang-barang dalam ruang kerja harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga dapat dihindarkan dari gangguan yang ditimbulkan oleh orang-orang
yang berlalu lalang di sekitarnya. Jalan-jalan yang dipergunakan untuk lalu
lalang juga harus diberi tanda, misalnya dengan garis putih atau kuning dan
tidak boleh dipergunakan untuk meletakkan barang-barang yang tidak pada
tempatnya.
Kaleng-kaleng yang mudah bocor atau terbakar harus
ditempatkan di tempat yang tidak beresiko kebocoran. Jika perusahaan yang
bersangkutan mengeluarkan sisa produksi berupa uap, maka faktor penglihatan dan
sirkulasi udara di ruang kerja juga harus diperhatikan
b. Pakaian
kerja sebaiknya tidak terlalu ketat dan tidak pula terlalu longgar. Pakaian
yang terlalu longgar dapat mengganggu pekerja melakukan penyesuaian diri dengan
mesin atau lingkungan yang dihadapi. Pakaian yang terlalu sempit juga akan
sangat membatasi aktivitas kerjanya. Sepatu dan hak yang terlalu tinggi juga
akan beresiko menimbulkan kecelakaan. Memakai cincin di dekat mesin yang
bermagnet juga sebaiknya dihindari.
c. Alat pelindung diri dapat
berupa kaca mata, masker, sepatu atau sarung tangan. Alat pelindung diri ini sangat penting untuk menghindari
atau mengurangi resiko kecelakaan kerja. Tapi sayangnya, para pekerja terkadang enggan
memakai alat pelindung diri karena terkesan merepotkan atau justru mengganggu
aktivitas kerja. Dapat juga karena perusahaan memang tidak menyediakan alat
pelindung diri tersebut.
d. Lingkungan kerja meliputi faktor udara,
suara, cahaya dan warna. Udara yang baik dalam suatu ruangan kerja juga akan
berpengaruh pada aktivitas kerja. Kadar udara tidak boleh terlalu banyak
mengandung CO2, ventilasi dan AC juga harus diperhatikan termasuk sirkulasi
pegawai dan banyaknya pegawai dalam suatu ruang kerja. Untuk mesin-mesin yang
menimbulkan kebisingan, tempatkan di ruangan yang dilengkapi dengan peredam
suara. Pencahayaan disesuaikan dengan kebutuhan dan warna ruang kerja
disesuaikan dengan macam dan sifat pekerjaan. (Slamet Saksono, 1988: 104-111).
Untuk kasus seperti yang terjadi pada pabrik gula di atas, ada
beberapa alternatif pencegahan selain yang tadi telah disebutkan. Tindakan
tersebut dapat berupa:
a. Dibuatnya
peraturan yang mewajibkan bagi setiap perusahaan untuk memilki standarisasi
yang berkaitan dengan keselamatan karyawan, perencanaan, konstruksi, alat-alat
pelindung diri, monitoring perlatan dan sebagainya.
b. Adanya pengawas yang dapat melakukan pengawasan agar
peraturan perusahaan yang berkaitan dengan kesehatan dan keselamatan kerja
dapat dipatuhi.
c. Dilakukan penelitian yang bersifat teknis meliputi
sifat dan ciri-ciri bahan yang berbahaya, pencegahan peledakan gas atau bahan
beracun lainnya. Berilah tanda-tanda peringatan beracun atau berbahaya pada
alat-alat tersebut dan letakkan di tempat yang aman.
d. Dilakukan penelitian psikologis tentang pola-pola kejiwaan
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan serta pemberian diklat tentang kesehatan
dan keselamatan kerja pada karyawan.
e. Mengikutsertakan
semua pihak yang berada dalam perusahaaan ke dalam asuransi. (Sutrisno dan Kusmawan
Ruswandi. 2007: 14).
2. KECELAKAAN DI PIPER ALPHA
Jenis pabrik : industri minyak dan gas lepas
pantai, platform dengan berat 20000 metrix tons di laut utara yang memproduksi
natural gas, crude oil, dan liquified petroleum gas (Nat Geo source).
Kapasitas pabrik : 125 barrel per hari
Lokasi : terletak di Laut Utara sekitar 110
kilometer dari Aberdeen, Skotlandia
Jenis kecelakaan : ledakan
Penyebab kecelakaan : kebocoran gas dari pompa
yang belum selesai diperbaiki
Kronologi peristiwa :
Kejadian di mulai saat jam 6:00 PM, waktu dimana
setiap Ijin Kerja harus di close-out atau diperpanjang. Seorang pekerja
(engineer) tidak menjalankan komunikasi kepada Supervisor saat ia menutup Ijin
Kerjanya, padahal pekerjaan tsb masih belum selesai dan akan dilanjutkan besok
harinya. Tanpa ada yang menyadari, sebuah Permit yg lain dikeluarkan untuk
pekerjaan lain, dimana pekerjaan tersbut seharusnya dilakukan setelah pekerjaan
pertama selesai.
Pekerjaan kedua tsb menyebabkan gas yang
bertekanan bocor.
Akibatnya:
Ledakan pertama, dikarenakan pipa gas berukuran
3 kaki yg bertekanan pecah
Berdasarkan desain dari platform itu sendiri ,
posisi Control Room sangat dekat dengan lokasi kebakaran dimana CR tsb
seharusnya berfungsi sebagai pusat komando apabila terjadi emergency, dan
design fire wall proof yang ada ternyata juga tidak mampu bertahan, maka
akhirnya CR tsb ditinggalkan /abandonned. Petugas CR hanya berhasil mengirim
berita mayday yg diterima oleh rig-rig tetangga yaitu Claymore dan Tartans.
Public Announcemnt gagal dilakukan. Hingga pekerja- pekerja tidak ada yg tahu
apa yangg terjadi dan tidak menerima instruksi lebih lanjut.
Singkat kata, Emergency Response Plan gagal
dieksekusi.
Kemudian, deluge-system sebagai sistem proteksi
kebakaran tidak berfungsi karena kebetulan sedang dalam kondisi MANUAL akibat
ada pekerjaan penyelaman. Dari auto di switch ke manual untuk menghindari si
penyelam tersedot oleh system yang memanfaatkan air laut ini.
Dikarenakan sistem tanggap darurat yg gagal
dilaksanakan, sistem boat penyelamatpun tidak sukses dilakukan. Pekerja-pekerja
yang tidak mendapat instruksi keadaan darurat tersebut berusaha menyelamatkan
diri. Beberapa yang tahu situasi berhasil meninggalkan rig. Beberapa ada yg
terpaksa melompat dari atas rig dgn ketinggian +/- 100 kaki (30 meteran).
Sayangnya kebanyakan dari mereka terperangkap di ruang tempat tinggalnya
/living quarter.
Kedua rig tetangga yang menerima pesan darurat
piper alpha ragu dengan apa yg sedang terjadi karena communication link dari
piper alpha terputus. Piper Alpha berada dtengah jaringan pipa distribusi
minyak dan gas onshore bersama Claymore dan Tartans rig. Akibat produksi minyak
yang tidak distop, terjadi tekanan balik ke Piper Alpha, ibaratnya sudah
terbakar malah ditambah bahan bakar yang bertekanan pula.
Gambar diambil dari sebual safety-vessel raksasa
bernama Faros yang mencoba menolong pada saat kebakaran /ledakan pertama. Namun
sayangnya, fasilitas sistem pemadaman api gagal berfungsi untuk menyemburkan
airnya ke rig. Faros berusaha membentangkan gangway nya ke rig, namun sayangnya
pergerakannya sangat lambat, ia butuh waktu 5 menit. Hingga akhirnya terlambat.
Sementara dari kejauhan Claymore dan Tartans
dapat melihat cakrawala yang terang benderang dari lokasi Piper Alpha. Tapi
mereka ragu dan tetap tidak bertindak menshut down produksinya.
Ledakan kedua pun terjadi akibat akumulasi
aliran minyak dari rig Tartan dan rig Claymore, yang menghasilkan back pressure
ke jaringan pipa minyak dan gas Piper Alpha. Manajer kedua rig tetangga
tersebut tidak berani mengambil keputusan menyetop produksi, karena konsekuensi
yang sangat amat mahal dari sisi produksi. Ia harus menelepon manajer onshore
untuk mengkonfirmasi lebih dahulu. Sang asisten sudah teriak-teriak: "CAN
WE JUST SHUT IT DOWN NOW?!!! THERE IS A SECOND EXPLOSION!!!", akhirnya si
manajer dengan terbata-bata: "o okay shut it down....". Tapi
sayang... sudah terlambat. Si platform besar itu akhirnya meleleh akibat panas
ribuan derajat Celcius.
3. Kecelakaan Kerja Pada Karyawan di Mesin Dinamo Pabrik
Musibah bermula
sebelumnya sekitar pukul 07.40 saat akan dilakukan penggantian jam kerja,
korban mengambil sampel lateks dibagian produksi. Namun sebelum mengambil
sampel korban memutar arah jalan dari tempat yang dituju sehingga melintas dari
bagian mesin yang bukan area lintasan. Saat melewati salah satu mesin,
tiba-tiba ujung jilbab korban yang terjuntai kebawah tersangkut puli dinamo
sehingga tergulung akibat jilbab tergulung akhirnya leher korban tercekik
ditempat kejadian perkara dalam keadaan sepi karena seluruh karyawan
bersiap-siap untuk pulang kerja untuk penggantian jam kerja sekitar pukul
08.00.
Akibatnya
tidak ada yang melihat korban sehingga tidak ada yang menolong dan
mengakibatkan korban meninggal dunia.
Analisa :
TAHAPAN PENYEBAB
· Penyebab
Umum
Jilbab korban yang
terjuntai ke bawah tersangkut pada puli dinamo yang sedang berputar
· Penyebab
Terperinci
Kelalaian korban dalam
mengambil arah jalan yang bukan areal lintasan dan dalam memilih penggunaan
pakaian kerja.
· Penyebab
Pokok
Kebijakan pabrik
Perusahaan
Kurang memberikan
pelatihan dan perhatian kepada pegawai mengenai keselamatan kerja agar tidak
lalai dalam mengambil suatu tindakan yang beresiko tinggi.
Kurangnya komunikasi yang
baik antar pegawai
kurangnya kepekaan
pegawai terhadap lingkungannya tempat bekerj
Analisa :
Strategi Pengendalian
· memberikan
pendidikan dan pelatihan keselamatati dan kesehatan kerja yang diperlukan
pekerja guna meningkatkan pengetahuan keselamatan dan kesehatan kerja, demi
mencegah terjadinya kecelakaan yang sama.
· selama
melakukan proses pekerjaaan yang berbahaya, seperti pembersihan mesin,
penambahan minyak, pemeriksaan, perbaikan, pengaturan, mesin harus berhenti
beroperasi. Untuk mencegah orang lain menghidupkan mesin, maka mesin harus
dikunci atau diberi tanda peringatan, perusahaan harus memasang tutup pengaman
atau peralatan pembatas.
· Operator
mesin ataupun alat produksi lainnya sebailrnya diberi peringatan setiap sesudah
dan sebelumnya mengoperasikan apakah ada petugas yang masih disana ataupun
tidak. sebaiknya operator mesin dilatih agar tetap siaga dan tanggap dengan
tanggung jawabnya.
· Seluruh
tugas keselamatan dan kesehatan tenaga kerjaa harus bertanggung jawab
menjalankan penanggulangan kecelakaan, rencanaa penanganan darurat, serta
melakukan bimbingan pelaksanaan setiap bagian.
· Komunikasi
antar pegawai hams selalu terjaga dengan baik agar saling memperhatikan satu
sama lain sehingga mampu meminimalisir peluang kecelakaan yang terjadi.
Pencegahan
yang efektif
Di abad ke-21 ini
semua bangsa tidak dapat lepas dari proses industrialisasi. Indikator
keberhasilan dunia industri sangat bergantung pada kualitas tenaga kerja yang
produktif, sehat dan berkualitas. Kita ambil contoh industri bidang konstruksi,
yang merupakan kegiatan di lapangan, memiliki fenomena kompleks yang menyangkut
perilaku dan manajemen keselamatan. Di dalam industri konstruksi terjadinya
kecelakaan berat lima kali lipat dibandingkan industri berbasis manufaktur.
Pekerjaan dan pemeliharaan konstruksi mempunyai
sifat bahaya secara alamiah. Oleh sebab itu masalah bahaya harus ditempatkan
pada urutan pertama program keselamatan dan kesehatan. Di sebagian besar negara
, keselamatan di tempat kerja masih memprihatinkan. Seperti di Indonesia,
rata-rata pekerja usia produktif (15 – 45 tahun) meninggal akibat kecelakaan
kerja. Kenyataanya standard keselamatan kerja di Indonesia paling buruk
dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara.
Kecelakaan kerja bersifat tidak menguntungkan,
tidak dapat diramal, tidak dapat dihindari sehingga tidak dapat diantisipasi
dan interaksinya tidak disengaja. Berdasarkan penyebabnya, terjadinya
kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak
langsung.
Adapun sebab kecelakaan tidak langsung terdiri
dari faktor lingkungan(zat kimia yang tidak aman, kondisi fisik dan mekanik)
dan faktor manusia(lebih dari 80%).
Pada umumnya kecelakaan terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan pelatihan, kurangnya pengawasan, kompleksitas dan keanekaragaman
ukuran organisasi, yang kesemuanya mempengaruhi kinerja keselamatan dalam
industri konstruksi.
Para pekerja akan tertekan dalam bekerja apabila
waktu yang disediakan untuk merencanakan, melaksanakan dan menyelesaikan
pekerjaan terbatas. Manusia dan beban kerja serta faktor-faktor dalam
lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, yang
disebut roda keseimbangan dinamis.
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa
usaha yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan
jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon
pekerja) untuk mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan
barunya, baik secara fisik maupun mental.
2. Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu
untuk mengevaluasi apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan
pada pekerja
3. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan
kerja diberikan kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada
dalam menjalankan pekerjaannya.
4. Pemberian informasi tentang
peraturan-peraturan yang berlaku di tempat kerja sebelum mereka memulai
tugasnya, tujuannya agar mereka mentaatinya.
5. Penggunaan pakaian pelindung
6. Isolasi terhadap operasi atau proses yang
membahayakan, misalnya proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan
pengoperasian mesin yang sangat bising.
7. Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar
bahan-bahan/gas sisa dapat dihisap dan dialirkan keluar.
8. Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan
bahan yang kurang berbahaya atau tidak berbahaya sama sekali.
9. Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan
udara ke dalam ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai
sumberdaya dalam lingkungan kerja konstruksi harus dikelola dengan baik,
sehingga dapat memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai
produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja, seperti
memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman.
DAFTAR PUSTAKA: